Dampak Konflik Iran-Israel pada Minyak dan Energi Indonesia


Indonesia di Tengah Badai Geopolitik: Analisis Dampak Konflik Iran-Israel pada Energi & Perdagangan


Volume minyak mentah yang diangkut melalui Selat Hormuz ke arah timur (Januari–Mei 2025). Selat Hormuz adalah jalur vital pengangkutan minyak dunia; jika terganggu, pasokan global dapat terhambat. Indonesia sebagai pengimpor bersih minyak (konsumsi ~1,6 juta BOPD vs produksi ~0,58 juta BOPD) sangat rentan terhadap gejolak harga global. Setelah eskalasi konflik 13 Juni 2025, harga minyak mentah Brent sempat melompat ke sekitar US$75–78 per barel. IEA mencatat Brent naik US$5 menjadi $74 per barel setelah serangan Israel ke Iran (13 Juni 2025). Organisasi seperti Oxford Economics memperingatkan harga bisa menyentuh ~US$130 jika konflik melebar dan pasokan tersendat. Namun, dengan pasokan global relatif terpenuhi (stok minyak Cadangan IEA >1,2 miliar barel) dan perjanjian OPEC+ menambah output, kenaikan harga diperkirakan bersifat sementara.

Kenaikan harga minyak dunia langsung memengaruhi APBN dan rumah tangga Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyoroti lonjakan harga minyak (+8% dalam 3 hari awal konflik) sebagai “tekanan signifikan” pada APBN melalui beban subsidi energi dan inflasi. Misalnya, setiap kenaikan US$1 per barel dapat menambah beban subsidi energi Pemerintah sekitar Rp6,9 triliun (perkiraan Kemenkeu). RAPBN 2025 telah mengalokasikan subsidi energi sekitar Rp204,5 triliun (BBM/LPG Rp114,3 T, listrik Rp90,2 T) berdasarkan asumsi ICP US$82/barel. Jika harga global melampaui asumsi tersebut, defisit subsidi akan bertambah besar. Pemerintah berupaya membatasi beban ini (misalnya subsidi solar Rp1.000/L dan penyaluran LPG 3 kg terarah). Konflik ini juga mendorong inflasi energi domestik naik (transportasi dan pangan), sehingga daya beli masyarakat menurun.

Gangguan pasokan menjadi risiko utama lainnya. Sekitar 19% impor minyak Pertamina berasal dari Timur Tengah. Ancaman penutupan Selat Hormuz (penghubung penting 20% pasokan minyak dunia) dapat memaksa kapal mengalihkan jalur panjang dan biaya angkut meningkat. Kini Pertamina memantau pasokan dengan intensif dan menyiapkan rute alternatif (misalnya lewat Oman/India) serta mencari sumber minyak selain Timur Tengah jika perlu. Di sisi lain, beberapa produsen Teluk telah membangun jalur ekspor alternatif (misal pipa Saudi ke Laut Merah dan pipa UEA ke Fujairah) untuk meredam gangguan. Secara keseluruhan, lembaga internasional (IEA) menilai pasar minyak saat ini cukup aman dan mencadangkan stok darurat bila terjadi krisis.

Perdagangan Bilateral

Dengan Iran dan Israel. Perdagangan Indonesia dengan kedua negara ini relatif kecil. Berdasarkan data BPS 2023, total perdagangan RI–Iran sekitar US$206,9 juta (ekspor ~US$195,1 juta; impor ~US$11,7 juta), sedangkan RI–Israel sekitar US$187,7 juta (ekspor US$165,8 juta; impor US$21,9 juta). Dengan demikian, Indonesia mencatatkan surplus besar atas kedua mitra ini (surplus w/Iran ≈US$183,4 juta; w/Israel ≈US$143,8 juta). Ekspor ke Iran didominasi buah-buahan, kendaraan, dan produk kimia, sedangkan impor utamanya berupa buah-buahan, petroleum coke, dan bahan kimia organik. Namun, nilai ini sangat kecil dibandingkan total perdagangan RI—dibandingkan mitra Timur Tengah utama seperti Arab Saudi, UEA, dan Oman.

Karena eksposur langsung ke Iran/Israel terbatas, efek konflik terhadap perdagangan bilateral ini tergolong minimal. Kinerja ekspor nasional tetap tangguh: ekspor Januari–April 2025 naik ~6,65% (yoy) meski ketegangan tinggi. Malah, neraca perdagangan RI Mei 2025 mengalami surplus besar sebesar US$4,9 miliar (kenaikan mtm +2.962%), utamanya didorong ekspor non-migas. Pemerintah pun mengantisipasi gangguan dengan membuka pasar baru melalui perjanjian dagang strategis—seperti CEPA RI–UAE, FTA RI–UEE, serta kesepakatan dengan Tunisia—guna mendiversifikasi tujuan ekspor. Dengan demikian, hingga pertengahan 2025 belum tampak dampak signifikan pada kinerja ekspor RI akibat konflik.

Dengan mitra utama Timur Tengah. Negara-negara Teluk (Arab Saudi, UEA, Oman) adalah mitra dagang terbesar Indonesia di kawasan. Meskipun konflik tidak langsung melibatkan negara-negara itu, potensi gangguan logistik global bisa menekan perdagangan. Misalnya, penutupan Selat Hormuz akan memaksa kapal memilih rute panjang dan biaya transportasi naik, yang berimbas pada kenaikan biaya ekspor-impor ke negara-negara Asia termasuk Indonesia. Analis CIPS mencatat bahwa gangguan pasokan minyak melalui rute tersebut sangat mungkin memengaruhi rantai perdagangan global. Bank Indonesia dan pemerintah mengawasi risiko ini dengan memperkuat ketahanan fiskal dan stabilitas nilai tukar. Hingga konflik mereda, pemerintah berharap arus perdagangan ke mitra Teluk tetap lancar berkat diversifikasi pasar dan kesiapan infrastruktur logistik.

Perdagangan Indonesia dengan Iran dan Israel (2023, dalam Juta USD)
NegaraEkspor IndonesiaImpor IndonesiaSurplus Neraca Perdagangan
Iran Iran$195,1$11,7+183,4
Israel Israel$165,8$21,9+143,9


Sumber :

Guncangan Timur Tengah, Ujian Ketahanan Migas Indonesia

Dampak Eskalasi Perang di Timur Tengah terhadap Ekonomi Indonesia

Middle East conflict pushes oil prices higher, shakes economic fundamentals | Indonesia Business Post

Oil Market Report - June 2025 – Analysis - IEA

IEA closely monitoring oil markets amid Israel-Iran situation - News - IEA

Anggaran Subsidi Energi Membengkak Jadi Rp 204,5 Triliun di RAPBN 2025

Kementerian ESDM RI - Ini Besaran Alokasi Subsidi Energi di Tahun 2025

Surplus Ekspor Indonesia Terancam Akibat Konflik Iran-Israel | Republika Online

Israel-Iran war highlights Mideast's declining influence on oil prices | Reuters

Iran - Ditjen PPI

BPS: Indonesia Lebih Banyak Mengimpor Barang dari Israel Dibanding Iran

Mendag siapkan pasar alternatif hadapi dampak perang Iran-Israel - ANTARA News

Neraca Dagang RI Mei 2025 Surplus Besar, Mendag Pede Perang Iran-Israel Tak Ganggu Ekspor

Apa Dampak Perang Iran-Israel terhadap Perekonomian Indonesia?

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama