Politik Bebas-Aktif: Falsafah Keanggotaan Indonesia di BRICS

Politik luar negeri Indonesia sejak kemerdekaan dikenal sebagai bebas dan aktif. Konsep ini dicetuskan oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta dalam pidato “Mendayung di antara Dua Karang” (2 September 1948). Maksudnya, Indonesia bebas menentukan sikapnya sendiri tanpa berpihak pada blok manapun, dan aktif berkontribusi dalam mewujudkan perdamaian dunia. Dalam praktiknya, tujuan politik bebas-aktif antara lain:

  • Menjaga kedaulatan dan kemerdekaan negara,

  • Menjaga netralitas dalam arena internasional sambil tetap aktif mendorong perdamaian,

  • Memperkuat persaudaraan antarbangsa sebagai cerminan semangat Pancasila.

Pada era Demokrasi Terpimpin (1959–1965), ide ini secara eksplisit termuat dalam Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal konstitusi. Selanjutnya, di era Orde Baru dan Reformasi pun bebas-aktif tetap menjadi asas kebijakan luar negeri, tercermin dalam partisipasi Indonesia di ASEAN, GNB (Gerakan Non-Blok), dan berbagai forum global. Singkatnya, bebas-aktif menegaskan bahwa Indonesia mengambil keputusan sendiri tentang hubungan internasional tanpa tekanan kekuatan asing.

Konteks Geopolitik Kontemporer dan BRICS

Indonesia menjadi anggota penuh BRICS pada awal 2025, yang ditandai dengan kehadiran pejabat tinggi Indonesia di KTT BRICS di Brasil. Pemerintah menegaskan bahwa keanggotaan ini justru selaras dengan politik bebas-aktif Indonesia. Menteri Luar Negeri Sugiono menuturkan bahwa banyak pihak meragukan, tapi “keanggotaan Indonesia di BRICS adalah wujud dari politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif itu sendiri”. Dengan kata lain, bergabung ke BRICS bukan penyimpangan, melainkan langkah konsisten dalam diplomasi merdeka Indonesia.

Sugiono menambahkan bahwa dengan menjadi anggota BRICS, Indonesia akan “menjembatani kepentingan negara-negara berkembang, khususnya di kawasan Indo-Pasifik, serta berkontribusi dalam meredakan persaingan geo-ekonomi dan geopolitik”. Pernyataan ini mencerminkan strategi bebas-aktif dalam era multipolar. Di satu sisi, dunia saat ini sedang mengalami kekuatan yang lebih beragam (AS, Cina, Uni Eropa, negara-negara berkembang lain), sehingga Indonesia memposisikan diri tidak memilih kutub tertentu. Di sisi lain, Indonesia aktif dalam berbagai forum (G20, APEC, IPEF, MIKTA, CPTPP, serta proses aksesi OECD) yang menunjukkan diplomasi pluralistik. Dengan bergabung di BRICS, Indonesia ingin menjaga keseimbangan hubungan global – merangkul komunitas Global South sekaligus tetap berhubungan baik dengan negara-negara Barat. Pendek kata, keanggotaan BRICS dipandang sebagai perluasan jaringan kerja sama ekonomi-politik Indonesia tanpa mengikat diri pada satu blok besar.

Peluang dan Tantangan Ekonomi Bergabung dengan BRICS


Keikutsertaan Indonesia di BRICS juga dilihat dari segi ekonomi. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyambut baik status tersebut karena memberi akses lebih luas ke pasar negara berkembang lain di BRICS seperti Brasil, Rusia, India, Cina, Afrika Selatan, hingga Uni Emirat Arab. Perlu dicatat, negara-negara BRICS kini membentuk pangsa sekitar 35% PDB dunia, sehingga potensi pasar baru sangat besar. Misalnya, produk unggulan Indonesia seperti minyak sawit, batu bara, dan manufaktur bisa diekspor lebih banyak. Selain itu, keanggotaan ini memungkinkan pendanaan infrastruktur alternatif lewat New Development Bank (NDB) BRICS. NDB telah menyalurkan lebih dari 30 miliar dolar AS untuk proyek anggota sejak berdiri, yang bisa dimanfaatkan Indonesia untuk jalan tol, pelabuhan, pembangkit energi, dan lain-lain.

Manfaat ekonomi bergabung BRICS yang lain termasuk arus investasi asing yang diperkirakan meningkat. Menurut data, pada 2024 China sudah menjadi investor ketiga terbesar di Indonesia. Analis memperkirakan keanggotaan di BRICS “akan memperkuat aliran investasi dari China ke Indonesia”, terutama di sektor energi dan manufaktur. Kerja sama teknologi juga terbuka lebar: banyak anggota BRICS (seperti India dan Cina) unggul di bidang digital, energi terbarukan, atau kesehatan. Transfer teknologi dan kolaborasi inovasi ini dapat meningkatkan daya saing industri dalam negeri.

Meski peluangnya besar, ada pula tantangan yang harus dihadapi. Antara lain, potensi ketergantungan lebih besar pada Cina. Sebagaimana dicatat oleh Deputi BKPM, anggota BRICS yang kuat (Cina, India) dapat menjadi pesaing sekaligus sumber dominasi dagang. “Ketergantungan terhadap Tiongkok menjadi besar,” ujarnya, disertai catatan adanya persaingan produk serupa di antara anggota BRICS. Selain itu, kebutuhan untuk menyelaraskan kepentingan ekonomi berbagai negara anggota dapat memperlambat pengambilan keputusan bersama. Di tingkat domestik, Indonesia juga perlu meningkatkan daya saing ekonomi: reformasi struktural, peningkatan kualitas SDM, dan penyederhanaan regulasi agar investasi benar-benar mengalir ke proyek bernilai tambah. Dengan strategi tepat, BRICS bisa jadi platform penggerak pertumbuhan ekonomi inklusif, tetapi pemerintah harus aktif mengelola risiko dan memanfaatkan peluang tersebut.

Kesimpulan

Keputusan bergabung dengan BRICS menunjukkan fleksibilitas politik luar negeri Indonesia yang bebas-aktif di abad ke-21. Langkah ini memungkinkan Indonesia memainkan peran sebagai mediator kepentingan negara-negara berkembang sekaligus menjaga hubungan seimbang antarblok besar. Sebagaimana ditegaskan Sugiono, keanggotaan di BRICS “merupakan wujud dari pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif”. Dengan bebas menentukan sikap (tidak terikat blok militer manapun) dan aktif memperjuangkan kemajuan bangsa, Indonesia berharap keikutsertaannya di BRICS akan menguntungkan dari sisi politik dan ekonomi, sekaligus tetap konsisten dengan amanat konstitusi menjaga perdamaian dunia.


Sumber :

Latar Belakang Lahirnya Politik Luar Negeri Bebas Aktif Indonesia 

Landasan Politik Luar Negeri Indonesia 

Menlu Sugiono Tepis Anggapan RI Gabung BRICS Melenceng dari 'Bebas Aktif' 

Indonesia Jadi Anggota BRICS, Airlangga: Buka Akses Perdagangan dan Investasi

Apa Peluang, Manfaat, dan Tantangan Indonesia Jadi Anggota BRICS? 

Keuntungan dan Tantangan Bergabungnya Indonesia dalam BRICS




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama